IFRAME SYNC
mgid.com, 713808, DIRECT, d4c29acad76ce94f

GERAKAN POLITIK KAWASAN DEMI BERKEMBANGNYA ISU NASIONAL


Tangsel,posjakartaraya.com

Kontestasi politik nasional terus bergeliat menantang semua pemain agar ikut menghangatkan suasana politik saat ini, dari banyaknya instrumen politik yang dimainkan, tentu banyak pula yang latah atau bahkan terseret pada pusaran kepentingan permainannya. Sehingga mau tidak mau hal itu berdampak pada ketegangan di daerah sebagai manifestasi sikap yang pro dan kontra atas aliran kekuasaan yang terjadi. Tentu saja hal ini akan menimbulkan disharmonisasi hubungan sosial masyarakat bahkan sangat mungkin meretakkan kemajemukan bangsa Ini. Apalagi cara-cara berpolitik yang berkembang lebih mengedepankan isu-isu kedaerahan yang menariknya kedalam pusaran kelompok masing-masing untuk mengedepankan ego sektoral diantara mereka.

Tujuan pemilu yang semula fokus demi mendapatkan pemimpin terbaik dalam membangun bangsa ini, sesungguhnya harus lebih banyak melihat sisi kelemahan di kawasan daerah masing-masing guna mendorong berbagai komponen daerah tersebut kearah kompetisi yang lebih kompleks, tentu bukan malah saling menghasut antar lawan untuk saling menjatuhkan satu sama lainnya. Termasuk memperluas daerah pertikaian yang menjadi kontra produktif pada akhirnya. Apalagi memunculkan berbagai isu untuk memecahbelah serta mengumbar kekurangan pihak lain yang bertujuan membunuh karakter lawannya. Tentu saja hal ini harus menjadi koreksi atas ketidaksiapan daerah dalam mengambil peran kontestasi terhadap pemilihan nasional.

Untuk itu para tokoh daerah harus mampu menahan diri, sehingga hal itu mengurangi efek negatif apapun bagi keikut sertaan daerah dalam pusaran politik nasional. Jangan pula malah sampai terjadi, bahwa keikutsertaan tokoh daerah pada kontestasi politik nasional justru memperkeruh keadaan dan menjadikan daerahnya sebagai pusaran intoleransi yang menjadikan daerahnya tempat pembuangan limbah / residu politik nasional yang mencemari keberagaman dan ekosistem dikawasan daerahnya, tentu saja hal itu bertolak belakang dengan tujuannya yang ingin membangun daerah dari kiprah para tokohnya ditingkat nasional. Alih-alih bukannya menguntungkan daerah, namun justru peran tokoh daerah tersebut menjadi pintu masuk bagi keruhnya suasana kawasan daerah yang sebelumnya kondusif.

Politik kawasan sebenarnya memiliki peran strategis dalam kemenangan politik nasional sehingga tidak perlu membawa isu luar dalam upaya mendapat perhatian dari wilayah yang menjadi otorisasi para tokoh daerah. Sebab dengan mengakomodir isu-isu daerah, justru etalase atas pengusungan visi dan misi nasional berasal dari kondisi apa yang sebaiknya dimunculkan dari berbagai persoalan daerah termasuk menggenapi point-point strategis kampanye yang akan dimunculkan. Walau demografi wilayahnya berbeda, namun determinasi daerahlah yang menjadi basis kemenangan dari setiap kampanye nasional pada akhirnya. Sehingga benang merah antar daerah merupakan isu-isu yang seharusnya diangkat kepermukaan. Pada peluang inilah daerah akan memainkan peran untuk di agendakan sebagai isu nasional.

Katakanlah isu pertanian yang terkait tata kelola pupuk dan ketersediaan air, isu budaya yang semakin ditinggalkan akibat dampak politik anggaran, serta tekanan harga dari arus import barang sejenis yang menjadi komitmen pemerintah terhadap pasca panen hasil pertanian rakyat, atau isu kebangkitan UMKM yang berorientasi eksport demi peningkatan APBD daerah dan lain sebagainya. Termasuk kilas balik yang secara internal dapat disampaikan dari minimnya kritik terhadap pemerintah daerah dibalik peran serta instrumen partai politik yang menjadi mitra atau oposisi pemerintah daerah akibat koalisi nasional yang terbentuk. Tentu saja kondisi ini menciptakan minimnya ide dan gagasan terhadap pembangunan kawasan seutuhnya. Sebab penerapan Good Governance bukan semata-mata menjadi ranah pusat semata.

Struktur partai yang berjenjang hingga ketingkat daerah semestinya mampu mengangkat aspirasi yang dianggap penting bagi pembangunan daerah kedepan. Namun peran ini tidak dijalankan secara optimal oleh segenap instrumen politik daerah. Bahkan tak sedikit kepanjangtanganan partai tersebut justru menjadi penyebab buntunya aspirasi masyarakat akibat hubungan segitu tiga antara parlemen daerah, kepala daerah dan para pengurus cabang partai di daerah. Jika sudah begini, tak jarang masyarakat daerah semakin menunjukkan sikap pesimisnya terhadap sebuah partai yang dianggapnya hanya membangun tembok pembatas yang tinggi antara rakyat dengan wadah yang menjadi penampung aspirasi masyarakat tersebut. Fakta inilah yang sama sekali belum terlihat disentuh menjadi agenda penting partai politik.

Bahkan tak sedikit pula yang kecewa terhadap ketua umum partai manakala dianggap tidak melakukan evaluasi kinerja cabangnya diberbagai daerah yang menjadi basis konstituennya. Maka menjadi tak heran jika komposisi perolehan elektoral raihan suaranya sering didapati trend yang menurun akibat dari persoalan diatas. Tentu saja kapasitas pimpinan cabang daerah memahami akan kerja-kerja politik sebagaimana arahan yang diterimanya sejak bergabung untuk mengabdikan dirinya ke partai yang mendapuknya sebagai ketua Dewan Pimpinan Cabang di daerah masing-masing. Namun harus dimaklumi pula bahwa ketangkasan dan sikap untuk tetap kritis terhadap berbagai persoalan pun menjadi animo yang harus terus dikembangkan, apalagi di daerah dimana mereka menyandang posisi selaku oposisi dari gagalnya meraih kemenangan pada pilkada daerah tersebut.

Tanpa peran itu, kapasitas dan kapabilitas partai akan semakin mengecil oleh karena hanya melakukan rutinitas selaku pihak yang menyetujui berbagai penggunaan anggaran, tanpa bisa melakukan counter balik dari apa yang semestinya berdampak pada kesempurnaan suatu program dari efek pembangunan yang dimunculkan. Maka, menjadi tak heran jika pemandangan di berbagai cabang-cabang daerah sering terjadi polemik atas nuansa political office serta dinamika internal yang mengganggu keselarasan hingga menjadi kontra produktif terhadap tujuan serta visi dan misi induk partai selaku Dewan Pimpinan Pusat selaku pengendalinya. Pendek kata, layaknya fungsi-fungsi sebagaimana organ tubuh manusia, relaksasi tentu diperlukan agar setiap sendi dan otot-otot tidak menjadi kaku apalagi sampai kehilangan masa otot yang semakin memperparah kinerja gerak tubuh sebagaimana mestinya. Inilah yang harus penulis ingatkan agar setiap partai mampu merespon situasi pada kondisi apapun terutama di tingkat kawasan daerah.
penulis : Andi salim
penerbit : posjakakartarayacom

Berita Terkait

Top