BERBEKAL KECINTAAN TERHADAP NKRI JOKOWI BERPESAN AGAR GOLKAR CERMAT DALAM MEMILIH CAPRES 2024
jakarta, posjakartaraya
Kali ini jokowi menampar awan yang selama ini menyelimuti bangkitnya Indonesia dari kenestapaan harapan. Dimana Indonesia pernah mengalami lonjakan kenaikan pendapatan negara melalui kebijakan SBY namun faktanya hanya menyisakan proyek-proyek mangkrak serta pembiaran BUMN yang berkinerja buruk hingga merugikan keuangan negara diberbagai bidangnya. Begitu tragisnya nasib Indonesia yang dahulu pada era Orba Indonesia disebut sebagai negara eksportir minyak kini malah berubah menjadi negara importir minyak dengan tingkat produksi yang masih kekurangan dan tak terbanggunnya 5 kilang minyak sebagaimana yang ditargetkan.
Melalui berbagai kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam upaya membalikkan keadaan dari cengkraman kebijakan asing yang hanya menguras bahan mentah dari sumber daya alam Indonesia. Maka pembangunan smelter Gersik pun diharapkan menjawab persoalan itu agar pengolahan hasil tambang tersebut dimaksudkan untuk menyerap tanaga kerja Indonesia yang masih banyak membutuhkan lapangan pekerjaan, sehingga pelarangan eksport bahan mentah agar Indonesia memiliki daya bargaining sekaligus win-win solution bagi negara-negara importir dari sifat ketergantungannya terhadap hasil penambangan di Indonesia agar memperhatikan kemakmuran bangsa kita.
Walau akibat pelarangan ekspor nikel mentah saja, Indonesia pernah mengalami kekalahan akibat gugatan dari organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). Pengalaman ini tentu menjadi pembelajaran dan proses perbaikan yang harus ditempuh, pemberlakuan larangan ekspor dari sejumlah komoditas seperti bauksit, timah, dan tembaga akan dilakukan secara bertahap guna memastikan amanat UUD45 yang menyebutkan apa yang terkandung di darat, laut dan udara ditujukan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. Indonesia pun pernah menyita perhatian pasar internasional setelah Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng.
Berlanjut dari itu, Pemerintah pun pernah memutuskan untuk melarang seluruh perusahaan pertambangan batu bara agar tidak melakukan ekspor batu bara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022 lalu, termasuk pada komoditas lain tentunya. Sikap Jokowi ini semakin populer ditengah pemimpin-pemimpin negara yang merupakan mitra Indonesia, bahwa kebutuhan untuk memperjuangkan kemakmuran bangsa dan negara merupakan pijakan prinsip bagi semua pemimpin negara-negara di dunia tanpa kecuali. Walau dibalik keputusan itu telah di upayakan dialog dan negosiasi bersama yang dilakukan secara ketat agar tercapai tujuan dan keinginan masing-masing pihak yang sarat akan ketidakpuasan pastinya.
Banyak Kontrak Karya Indonesia dengan perusahaan asing justru merugikan bangsa Indonesia, termasuk cerita dibalik proses mengakuisisi 51% saham di tambang emas raksasa Freeport yang begitu sulit. Hal itu dikarenakan Kontrak Karya (Contract of Work) PT Freeport Indonesia yang sangat mengikat, sebagaimana yang disampaikan oleh Mahfud MD, dimana perjanjian tersebut bersifat ‘menyandera’ pemerintah yang tidak boleh menolak perpanjangan Kontrak Karya apabila berakhir masa berlakunya apabila mereka justru ingin memperpanjangnya. Apalagi merubah-rubah sifat perjanjian di dalam butir-butir kesepakatan yang ada. Maka estafet kepemimpinan nasional tidak akan mempengaruhi apapun kecuali menuruti kehendak mereka saja.
Ditangan Jokowi segalanya seakan-akan bisa merubah keadaan. Berbagai upaya pun dilakukan agar Pemahaman akan perlunya saling pengertian dan kebersamaan dibalik kepentingan masing-masing menjadi landasan bagi para pihak. Bahwa duduk bersama untuk membicarakan hajat hidup bangsa dan kemanusiaan adalah landasan sikap yang harus dipegang teguh oleh siapapun. Pemaksaan kehendak hanya menciptakan saling berhadapan dan menampakkan konsentrasi guna mengabaikan kepentingan pihak lain. Disinilah kita menyadari bahwa dalam keadaan terikat perjanjian sekalipun, Jokowi mampu melepaskan jeratan dari drama penyanderaan terhadap kepemilikan saham tambang yang terdapat di Indonesia.
Belajar dari situasi fakta tersebut, selayaknya kita memahami bahwa kemampuan seorang pemimpin nasional harus mampu merubah keadaan dan tidak boleh pasrah oleh jeratan dan ikatan apapun yang bisa bahkan mungkin saja merugikan bangsa dan negara. Keberanian untuk melawan dan membentangkan persoalan bangsa agar tidak membiarkan kesewenang-wenangan negara lain adalah inti dari sikap seorang pemimpin nasional yang dicintai. Menjelang Pilpres 2024, maka wajar saja jika Jokowi menasehati pihak manapun termasuk kepada partai politik agar berhati-hati dalam mendeklarasikan seorang pemimpin bangsa, terutama dari sikapnya yang sejauh mana mencintai bangsa ini.
Rong-rongan terhadap bangsa ini, tentu tidak saja terjadi akibat pengaruh pihak asing. Faktanya banyak kepala daerah dan partai politik yang dengan sengaja melakukan korupsi guna mencuri, merampas, menguras baik keuangan negara atau pun kekayaan alam yang ditujukan untuk memperkaya diri sendiri dan para kroninya. Membiarkannya tanpa bertindak untuk di hukum merupakan kejahatan yang sama berlakunya, apalagi ikut menerima hasil dari suap menyuap dan sogok-menyogok ditengah kebodohan rakyat yang miskin dan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Demikianlah pemahaman cermat yang dimaksudkan dalam memilih pemimpin 2024 yang akan datang.
Dalam acara ulang tahun ke 58 partai Golkar kemarin, Jokowi masih menyiratkan kepeduliannya terhadap pemimpin bangsa ini pasca berakhirnya masa jabatan Presiden yang diemban olehnya saat ini. Berbekal sikap kecintaannya terhadap NKRI tentu menjadi landasannya agar setiap partai khususnya partai Golkar benar-benar cermat dalam menentukan pilihannya terhadap calon Presiden yang nanti akan meneruskannya di era kepemimpinan tahun 2014-2029 yang akan datang. Selain memilih sosok yang mampu menghantarkan kejayaan bangsa ini, perlu kiranya fokus untuk memilih sosok secara tegas yang menolak intoleransi bagi keutuhan bangsa dan NKRI. Termasuk mereka yang benar-benar mencintai NKRI ini tentunya. Sebab tanpa cinta, mustahil pengabdian pemimpin itu akan terwujud. (andi salim/red-posjr)